Tuesday 17 September 2019

Puisi Anis Matta Keluarlah Saudaraku

Puisi Anis Matta Keluarlah Saudaraku

Keluarlah keluarlah saudaraku
Dari kenyamanan mihrabmu
Dari kekhusu’an i’tikafmu
Dari keakraban sahabat-sahabatmu

Keluarlah, keluarlah saudaraku
Dari keheningan masjidmu
Bawalah roh sajadahmu ke jalan-jalan
Ke pasar-pasar ke majelis dewan yang terhormat
Ke kantor-kantor pemerintah dan pusat-pusat pengambilan keputusan

Keluarlah-keluarlah saudaraku
Dari nikmat kesendirianmu
Satukan kembali hati-hati yang berserakan ini
Kumpulkanlah kembali tenaga-tenaga yang tersisa
Pimpinlah dengan cahayamu kafilah nurani yang terlatih
Di tengah badai gurun kehidupan

Keluarlah keluarlah saudaraku
Berdirilah tegap di ujung jalan itu
Sebentar lagi sejarah kan lewat
Mencari aktor baru untuk drama kebenaran
Sambut saja dia
Engkaulah yang ia cari

Puisi Bung Karno SEJARAH YANG AKAN MEMBERSIHKAN NAMAKU

Puisi Bung Karno SEJARAH YANG AKAN MEMBERSIHKAN NAMAKU

Dengan setiap rambut ditubuhku
aku hanya memikirkan tanah air ku

Dan tidak ada gunanya bagiku
melepaskan beban dari dalam hatiku
kepada setiap pemuda yang datang kemari
aku telah mengorbankan untuk tanah ini

Tidak menjadi soal bagiku
apakah orang mencapku kalaburator
Aku tidak perlu membuktikan kepadanya
atau kepada dunia, apa yang kukerjakan

Halaman-halaman dari revolusi Indonesia
akan ku tulis dengan darah Soekarno
Sejarahlah yang akan membersihkan namaku

(dari buku "Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat" hlm 304)

Puisi Bung Karno Aku Melihat Indonesia

Puisi Bung Karno Aku Melihat Indonesia

Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep
Aku mendengar Lautan Hindia bergelora
membanting di pantai Ngliyep itu
Aku mendengar lagu, sajak Indonesia
Jikalau aku melihat
sawah-sawah yang menguning-menghijau
Aku tidak melihat lagi
batang-batang padi yang menguning menghijau
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku melihat gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu
Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet
dan gunung-gunung yang lain

Aku melihat Indonesia
Jikalau aku mendengarkan
Lagu-lagu yang merdu dari Batak
bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran
bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku
bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut
menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut

Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia
Jikalau aku melihat wajah anak-anak
di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar
“Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!”
Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia

(dari buku “Bung Karno dan Pemuda”, hlm. 68-107)

Puisi Chairil Anwar - Tuti Artic

Puisi Chairil Anwar - Tuti Artic

Tuti Artic

Antara bahagia sekarang dan nanti jurang ternganga,
adikku yang lagi keenakan menjilat es artic;
sore ini kau cintaku, kuhiasi dengan susu + coca cola
isteriku dalam latihan; kita hentikan jam berdetik.
Kau pintar benar bercium, ada goresan tinggal terasa
-ketika kita bersepeda kuantar kau pulang –
panas darahmu, sungguh lekas kau jadi dara,
mimpi tua bangka ke langit lagi menjulang.
Pilihanmu saban hari menjemput, saban kali bertukar;
Besok kita berselisih jalan, tidak kenal tahu:
Sorga hanya permainan sebentar.
Aku juga seperti kau, semua lekas berlalu
Aku dan Tuti + Greet + Amoi… hati terlantar,

Monday 16 September 2019

Puisi Neno Warisman Lengkap di Munajat 212


Puisi Munajat 212

Puisi munajat kuhantarkan kepadamu wahai berjuta-juta hati yang ada di sini. Engkau semua bersaudara dan kita bersaudara bersambung terekam tergabung bagai kalung lentera semesta.

Sorot-sorot mata kalian bersinar, wahai saudara, mencabik-cabik keraguan, meluluhlantahkan kesombongan, karena mata-mata kalian nan jernih, mengabarkan pesan kemenangan yang dirindukan, Insya Allah, pasti datang.

Allahu Akbar

Kemenangan qalbu yang bersih, kemenangan akal sehat yang jernih, kemenangan gerakan-gerakan yang berkiprah tanpa pamrih, dari dada ini telah bulat tekad baja, kita adalah penolong-penolong agama Allah, jangan halangi, jangan sanggah, jangan politisasi, sebab ini adalah hati nurani, dari mulut-mulut kita telah terlantun shalawat, dzikir, dan doa bergulir, mengalir searah puturan bintang-bintang bertriliun banyaknya, tersatukan dalam munajat 212. Milyaran matahari itu saudaraku, merekatkan diri, menjadi gumpalan kabut cahaya raksasa di semesta, bukti kebesaran Allah ‘Azza wa Jalla, begitulah kita saudaraku.

Harusnya kita saling merekat, wahai para pejuang fi sabilillah di jalannya, ayo munajat, ayo rekatkan umat, jadikan barisanmu kuat dan saling rekat, rekatkan indonesiamu, rekatkan jiwa-jiwamu, rekatkan langkah dan tindakanmu.

Ya Allah, berjuta tangan para pejuang agamamu ini, mengepalkan tinju mereka, berseru-seru mereka, menderu-deru mereka di setiap jengkal udara, hingga terlahir takbir kemenangan. Kemenangan di ujung lelah, menggema. Takbir bersahut-sahutan. Berjuta sajadah akan kita hamparkan sebentar lagi kawan, berjuta kepala, menangis bersujud, bersyukur, basah air mata dalam bahagia kemenangan, sebentar lagi tiba.

Allahumma inni a’udzubika min jahdil bala wa darqil syaqa, wa suil qada’, wa syamadatil a’da’, jauhkan kami dari bala musibah, yang tak dapat kami atasi, lindungi kami dari kegembiraan orang-orang yang membenci kami, rekatkan jiwa-jiwa patriot kami dalam keikhlasan, di nadi-nadi kami, di jantung-jantung kami, di pundak-pundak kami, di jari-jari kami yang telah memilih untuk hanya selalu berdua, kita dan Allah Azza wa Jalla, selalu berdua, kita dan Rasulullah kekasih semesta, selalu berdua, kita dan saudara mukmin saling menjaga, selalu berdua, kita dan pemimpin yang membela hak-hak umat seutuhnya.

Duhai Allah Rabb, jangan Kau jadikan hati kami bagai si penakut-penakut, pengecut, sebab kami terlahir di tanah para pahlawan yang berani yang rela mengorbankan jiwa raga, harta dan segalanya. Jangan jadikan hati kami lalai dan gentar, karena kami lahir dan besar dibimbing para ulama kami yang sabar, menetap jantung-jantung kami untuk menjadi pendekar yang berani berpihak pada yang benar.

Duhai Allah jangan Kau jadikan hatikan kami tertutup dari cahaya terang kebenaran-Mu, yang menyala di malam-malam munajat saat Engkau turun ke jagat dunia telah engkau bersaksikan kami tegak berdiri Ya Allah, kami meminta menangis, hingga basah sekujur diri kepada-Mu, seluruh harapan kami dambakan, akan Engkau tolong atau Engkau binasakan, akan Engkau menangkan atau Engkah lantakkan, itu hak-Mu.

Namun kami mohon, jangan serahkan kami kepada mereka, yang tidak memiliki kasih sayang kepada kami dan anak-cucu kami. Dan jangan Engkau tinggalkan kami, dan menangkan kami, karena jika Engkau tidak menangkan kami khawatir Ya Allah, kami khawatir Ya Allah, tak ada lagi yang menyembah-Mu, ya Allah, izinkan kami, memiliki generasi yang dipimpin oleh pemimpin terbaik dengan pasukan terbaik untuk negeri adil dan makmur terbaik, takdirkanlah bagi kami generasi yang dapat kami andalkan, untuk mengejar nubuah kedua, wujud dan nyata, dan lahirnya sejuta al-Fatih di bumi Indonesia.



Allah Rabb, puisi munajat ini kubaca bersama saudara-saudaraku, mujahid-mujahidah, yang datang berbondong-bondong dari segala arah, maka inilah puisi munajat, mengetuk-ngetuk pintu langit-Mu, bersimpuh di belantaran keprihatinan atas ketidakadilan, atas kesewenag-wenangan, atas kebohongan demi kebohongan, atas ketakutan dan ancaman yang ditebar-tebarkan, atas kepongahan dalam kezaliman, yang dipamer-pamerkan dalam pertunjukan kekuasaan yang mengkerdilkan Tuhan, yang menantang kuasa Tuhan, yang tidak percaya bahwa Tuhan pembalas sempurna.

Ya Rabb, engkaulah yang memiliki kekuasaan mutlak di seluruh jagat ini.

Allah, ini puisi munajat yang mengetuk-ngetuk pintu langit-Mu, turunkanlah Malaikat berbaris-baris, dan burung-burung ababil, dan semut-semut pemadam api Ibrahim, munajat penuh harap menurunkan pertolongan yang dijanjikan bagi yang terdera, bagi pemimpin yang terfitnah, bagi ulama yang di penjara, bagi pejuang yang terus dihadang-hadang, bagi pembela keadilan yang di gelandang ke bilik-bilik persakitan.

“Shalawat Asyghil”

Untuk hari depan yang lebih baik, untuk kepemimpinan yang berpihak pada rakyat, bersama-Mu dan bersama Rasul-Mu dalam ketinggian titah-Mu, kami bermunajat, keluarkan kami dari gelap, keluarkan kami dari gelap, keluarkan kami dari gelap, Amin, Allahumma Amin ya Rabbal ‘Alamin.