Kutulis surat ini kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti, aku cinta kepadamu !
Kutulis surat ini kala langit menangis
dan dua ekor belibis bercintaan dalam kolam
bagai dua anak nakal jenaka dan manis
mengibaskan ekor serta menggetarkan bulu-bulunya,
Wahai, dik Narti, kupinang kau menjadi istriku !
Kaki-kaki hujan yang runcing menyentuhkan ujungnya di bumi,
Kaki-kaki cinta yang tegas bagai logam berat gemerlapan menempuh ke muka
dan tak kan kunjung diundurkan Selusin malaikat telah turun
di kala hujan gerimis
Di muka kaca jendela mereka berkaca dan mencuci rambutnya untuk ke pesta
Wahai, dik Narti dengan pakaian pengantin yang anggun
bunga-bunga serta keris keramat
aku ingin membimbingmu ke altar untuk dikawinkan
Aku melamarmu,
Kau tahu dari dulu: tiada lebih buruk dan tiada lebih baikdari yang lain…
Penyair dari kehidupan sehari-hari, orang yang bermula dari kata
kata yang bermula dari kehidupan, pikir dan rasa
Semangat kehidupan yang kuat bagai berjuta-juta jarum alit
menusuki kulit langit: kantong rejeki dan restu wingit
Lalu tumpahlah gerimis
Angin dan cinta mendesah dalam gerimis.
Semangat cintaku yang buta bagai seribu tangan gaib
menyebarkan seribu jaring menyergap hatimu
yang selalu tersenyum padaku
Engkau adalah putri duyung tawananku
Putri duyung dengan suara merdu lembut
bagai angin laut, mendesahlah bagiku !
Angin mendesah
selalu mendesah dengan ratapnya yang merdu.
Engkau adalah putri duyung tergolek lemas
mengejap-ngejapkan matanya yang indah dalam jaringku
Wahai, putri duyung, aku menjaringmu aku melamarmu
Kutulis surat ini kala hujan gerimis kerna langit
gadis manja dan manis menangis minta mainan.
Dua anak lelaki nakalbersenda gurau dalam selokan
dan langit iri melihatnya
Wahai, Dik Narti kuingin dikau
menjadi ibu anak-anakku !