Wednesday 11 July 2018

Surat Cinta Zainuddin Kepada Hayati ( Tenggelamnya Kapal VanderWijk)

Sahabatku Hayati!

Sebagai kukatakan dahulu, lebih bebas saya menulis surat daripada berkata-kata dengan engkau. Saya lebih pandai meratap dalam surat, menyesal dalam surat, mengupat dalam surat. Karena bilamana saya bertemu dengan engkau, maka matamu yang sebagai Bintang Timur itu senantiasa menghilangkan susun kataku.

Sebelum bertemu, banyak yang teringat, setelah bertemu semuanya hilang, karena kegembiraan pertemuan itu telah menutupi akan segala ingatan.

Inilah suratku yang ketiga. Dan alangkah beruntungnya perasaan hatiku jika beroleh balasan, padahal sepucuk pun belum pernah engkau balas. Tahu saya apa jadi sebabnya. Bukan lantaran engkau tak dapat mengarang surat sebagai engkau katakan, tetapi hanyalah lantaran engkau masih merasa sebagaimana kebanyakan perasaan umum pada hari ini, bahwasanya berkirim-kiriman surat percintaaan itu adalah aib dan cela yang paling besar, cinta palsu dan bukan terbit dari hati yang mulia. Tapi, Hayati, perasaan saya lain dari itu. Yaitu kalau perasaan hati itu hanya disimpan-simpan saja, tidak diutarakan dengan kejujuran, itulah yang bernama cinta palsu, cinta yang tidak percaya kepada diri-sendiri.

Rasanya lebih aib dan lebih cela anak perempuan yang sengaja menekur-nekurkan kepalanya jika melihat seorang laki-laki, tetapi setelah selendangnya dibukanya, dia mengintip orang lalu lintas dari celah dinding. Dengan surat-surat kita belajar berbudi halus. Dalam susunan surat-surat dapat diketahui perkataan-perkataan yang pepat di luar, Pancung di dalam. Dengan surat-surat dapat diketahui dalam dangkalnya budi pekerti manusia.

Bacalah, dan bacalah suratku ketiga-tiganya. Adakah di sana terdapat saya berminyak air, mencoba menarik-narik hati? Bagi saya meskipun perjalanan cinta yang akan kita tempuh itu takkan hasil, surat itu sudah cukuplah untuk menguji budi saya.

Kirimlah surat kepadaku tanda jujurmu. Tanda benar-benar engkau hendak membela diriku. Kirimlah, dan janganlah engkau takut bahwa surat ini akan saya jadikan perkakas untuk membukakan rahasiamu jika ternyata engkau mungkiratau engkau sanggup mematuhi janji . Hayati! Lapangan ala mini amat luas dan Tuhan telah memberi kesanggupan mengembara di dalam lapangan yang luas itu. Maka jika kita beruntung, dan Allah memberi izin kita hidup sebagai suami dan istri, adalah surat-surat itu untuk mematrikan cinta kita, jadi pengobat batin didalam mendidik anak-anak. Tetapi kalau kiranya pertemuan nasib dan hidup kita tidak beroleh keizinanan Tuhan sejak dari azali-Nya, adalah surat-surat itu akan jadi peringatan dari dua orang bersahabat atau ketulusan mereka menghadapi cinta, tidak terlangkah kepada kejahatan dan tidak melanggar peri kesopanan.

Jangan engkau berwas-was kepadaku Hayati, mengirimkan suratmu. Surat-suratmu akan kusimpan baik-baik, akan kujadikan azimat tangkal penyakit, tangkal putus pengharapan. dan hilangkanlah sangka burukmu itu, takut suratmu jika kujadikan perkakas membusuk-busukkan namamu. Ah, mentang-mentang saya seorang anak terbuang, orang menumpang di negeri ini, tidaklah sampai serendah itu benar budiku.

Suratmu, Hayati; sekali lagi suratmu.

Zainuddin

Penikmat sejarah sastra klasik dan modern. Biarkan kami hanyut dalam kalimat hikmat kehidupan.!

Comments


EmoticonEmoticon